TEMA CHALLENGE IDE SEGAR WCR

Nastar, Spidol dan Aku (2)

Spidol.

Aku masih terlelap dalam pulau kapuk, saat samar kudapati ada yang memanggil namaku. Setengah sadar, netra mengerjap. Memastikan sosok yang tengah berdiri itu adalah ibu.

Ternyata benar, sosok itu ibu. Lekas aku berdiri dan mengantarnya ke kamar mandi. Bukan apa-apa, hanya saja tak boleh membiarkan beliau pergi sendiri.

Sekembalinya setelah mengantar ke tempat tidur, segera kubaringkan tubuh ke atas kasur lipat yang ada di depan TV. Setengah sadar, tanganku meraba sekeliling mencari gawai, yang entah kemana kulempar sebelum terlelap tadi.

Kutekan tombol, layar gawai menunjukkan masih pukul 02.09 dini hari.

Oh my, sudah jam segini? Tulisanku apa kabar?

Tak ada tanda-tanda tulisan baru di memo, aplikasi yang akhir-akhir ini selalu kugunakan saat harus menulis.

Alamak! Ternyata belum sama sekali.

Netraku mengerjap ingin rasanya lekas terlelap, masih tak rela rasanya. Jika harus lama-lama terjaga. Rasa kantuk menyergap hebat, membawaku kembali ke pulau kapuk dengan segera.
*
Gelas kopi sudah kosong, sejak satu jam yang lalu, menyisakan ampasnya di dasar gelas.

Netra mengerjap sesekali, kutatap lamat-lamat lembaran-lembaran kertas dan spidol yang berserakan.

Kuacak-acak rambut yang sudah mulai panjang, sudah tiga jam masih belum juga ada kata yang terangkai. Malah kuhabiskan dengan membuka tutup media sosial.

Tadinya sekedar mencari ide, tapi justru larut dalam buaian konten yang tersaji. Alamak! Tinggal satu setengah jam lagi deadlinenya.

Aih, andai aku punya kekuatan super, yang saat memikirkan satu obyek bisa langsung merangkaikan kata-kata, menjadi sebuah cerita.

Saat tengah menanti kata untuk kurangkai, netra menatap awas spidol-spidol yang berserakan.

Antara percaya dan tidak, perlahan mereka mulai berdiri. Bagaimana mungkin?! Mereka bukan benda bernyawa.

Kudongakkan kepala ke atas, berharap menemukan sosok yang menggerakkan mereka. Tapi nihil, tak ada siapa-siapa. Tali untuk menggerakkan pun tak ada.

Sekali lagi netra mengerjap. Tapi tetap saja mereka masih menari, dengan lembaran-lembaran kertasku sebagai panggung pentas.

Terdengar samar, alunan musik yang mengiringi. Semakin lama semakin keras, membuat mereka semakin menggila menari di atas lembaran kertas. Tapi, siapa yang menyetel musik begitu keras? Hanya ada rumah-rumah kosong.

Apa mungkin, musik itu hanya ada dalam kepalaku?

Musik terdengar semakin keras, lantas tiba-tiba Berhenti. Dan tepat saat itu juga, mereka berhenti. Menggelinding menjauhi lembaran kertas.

Napasku terhenti, netra terkejut melihat hasil perbuatan mereka. Tulisan yang membuatku bergidik, ngeri.

Semilir dingin angin, membelai kuduk. Kurasakan tubuhku bergetar, samar terdengar suara seseorang memanggil namaku.

“Cha … Cha … bangun woi, sudah pagi!”

Terhenyak terbangun dari tidur lelapku, masih belum sadar penuh. Kuusap bekas air liur. Hmm? Bukannya aku tidur di depan TV semalam? Kok, bangun-bangun di meja sih?

Kutatap meja, mecari sesuatu yang dapat menjelaskan keherananku. Netra menatap selembar kertas yang dikelilingi spidol-spidol yang berserakan.

“Terima kasih sudah menemani kami menari.”

Sesaat, terdengar tawa melengking tinggi. Tawa yang sudah lama tak kudengar.

Hihihi.

Jombang, 04 Desember 2020

Salam Unyu

Tinggalkan Balasan